The increase in BPJS contributions may also need an upgrade in services

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tak sepakat iuran BPJS Kesehatan naik dua kali lipat seperti yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. DPR menilai iuran itu bakal membuat peserta malas membayar.

Anggota Komisi XI Ichsan Firdaus mengatakan jumlah peserta yang menunggak akan semakin banyak jika iuran dinaikkan hingga 100 persen dari sebelumnya. Dengan demikian, keuangan BPJS Kesehatan pun bisa saja semakin memburuk dari sekarang.

“Setiap kenaikan apapun yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya 100 persen,” ujar Ichsan, Selasa (27/8).

Diketahui, Sri Mulyani mengajukan kenaikan iuran untuk seluruh kelas. Bagi peserta mandiri, kelas I diusulkan naik dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan.

Infografis beragam usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (CNN Indonesia/Fajrian).

Diketahui, Sri Mulyani mengajukan kenaikan iuran untuk seluruh kelas. Bagi peserta mandiri, kelas I diusulkan naik dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan.

Kemudian, kelas II naik dari Rp51 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu. Lalu kelas III diusulkan menjadi Rp42 ribu per bulan dari Rp25.500 per bulan.

Sementara, iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dinaikkan Rp19 ribu per bulan dari Rp23 ribu per bulan menjadi Rp42 ribu per bulan.

Ichsan meminta pemerintah untuk mengkaji lagi jumlah kenaikan iuran yang dibebankan kepada masyarakat. Pada dasarnya, ia mengaku setuju ada kenaikan, dengan catatan kenaikannya tidak sampai 100 persen.

Masalahnya, masyarakat bisa saja melirik perusahaan asuransi swasta ketimbang menjadi peserta di BPJS Kesehatan karena perbedaan tarifnya semakin kecil. Bila itu terjadi, maka lembaga itu akan kehilangan pangsa pasarnya.

“Perlu dilihat apakah masyarakat mampu atau tidak. BPJS Kesehatan kan bersaing dengan perusahaan asuransi swasta,” tegas dia.

Sementara, Anggota Komisi IX dari fraksi PKB Mafirion menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan perlu dibarengi dengan perbaikan tata kelola perusahaan (good corporate governance/gcg). Sebab, tidak semua peserta PBI berhak mendapatkan fasilitas itu.

“Ini karena dinas sosial tidak berkoordinasi dengan kecamatan, kelurahan, dan pihak RT RW setempat,” terang Mafirion.

Hal itu kerap juga menjadi masalah dalam BPJS Kesehatan selama ini. Pemerintah diminta membenahi data penerima manfaat BPJS Kesehatan.

“Kenaikan iuran akan sia-sia ini tanpa perbaikan tata kelola sebagai badan pelayanan publik,” tandasnya.