JAKARTA – Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga membeberkan saat ini posisi Indonesia masih menjadi pemasok bahan mentah dan industri yang padat karya dalam rantai pasokan dunia (global value chain).

Menurutnya, ke depan Indonesia harus berada di posisi yang lebih baik mulai dari desain produk, industri padat teknologi, dan sentra keuangan dan jasa. Dia menilai dengan kebijakan yang tepat bisa meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasokan dunia.

“Global value chain itu seperti huruf ‘U’, puncaknya di awal dan di akhir, yaitu tempat di mana valuenya paling besar. Di situ ada desain produk, marketing dan jasa atau barang yang berteknologi tinggi. Kita berharap secara bertahap bisa masuk ke sana,” Kata Jerry dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (29/11/2020).

Hal itu dia katakan dalam Webinar 7th Annual Indonesia Economic Forum berkolaborasi dengan HSBC Indonesia. Jerry membawakan makalah yang diberi judul “Emerging Trends in Global Trade”.

Dijelaskannya, perlu kerangka kebijakan dan implementasi yang baik antar kementerian agar Indonesia bisa mengupgrade posisi di rantai pasok dunia. Sinergi tersebut diharapkan bisa menjadi pintu keluar dari jebakan “lowest ladder of value chain” (rantai terbawah rantai value).

“Minggu yang lalu, saya bertemu dengan para pengusaha, asosiasi dan para stakeholders dalam diskusi publik sekaligus peninjauan pabrik di batam yang intinya mereka sangat senang dengan kebijakan TKDN. Bahkan mereka meminta agar penerapannya diperluas dan diintensifkan. Menurut saya itu merupakan salah satu jalan keluar agar kita bisa lebih punya peran dalam rantai pasokan global,” paparnya.

Langkah lain yang bisa mengangkat Indonesia dalam rantai pasok global, lanjut Jerry adalah dengan perjanjian-perjanjian perdagangan. Perjanjian dagang akan memperpendek rantai pasokan. Itu akan berdampak pada pola transaksi perdagangan dan akhirnya ke pola produksi juga. Masing-masing negara berupaya untuk meraih posisi rantai pasokan terbaik dengan insentif dibandingkan pihak di luar mereka.

“Misalnya antara Indonesia dan Australia melalui IA-CEPA. Kedua negara tentu ingin mendapatkan manfaat terbaik dengan berkolaborasi untuk mencapai posisi tertentu dalam rantai pasokan dunia. Indonesia dan Australia misalnya bisa bekerja sama dalam mengembangkan produk jamu dengan berbagai kemudahan dan riset Bersama dengan pasar yang sudah jelas. Jadi perjanjian dagang itu akan menjadi sarana untuk saling membesarkan dan kolaborasi, bukan saling menyingkirkan. Begitu idealnya,” jelasnya.

Untuk itu, dirinya punya visi agar perjanjian perdagangan bukan hanya dimaknai sebagai perjanjian perdagangan itu sendiri tetapi harus menjadi bagian dari kerangka pengembangan produk, teknologi, dan sumber daya manusia.

Kerja sama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan dianggap menjadi kunci. Perhatian kepada pembinaan generasi muda serta research and development (RnD) harus diberikan. Sebuah negara, kata dia tidak akan beranjak dari posisi terbawah rantai pasokan global tanpa research and development yang baik.

“Itulah sebabnya saya banyak berkomunikasi dan menjalin sinergi dengan anak-anak muda yang punya potensi besar untuk menghasilkan produk berteknologi tinggi. Kami berupaya menunjang mereka dengan fasilitasi perdagangan. Ke depan, jika ini dilakukan terus menerus, kita bisa menjadi negara maju, khususnya ditinjau dari barang dan jasa yang dihasilkan dan diperdagangkan dengan negara lain,” tambahnya.